Table of Contents

Kenapa Direksi Sering Salah Ambil Keputusan Saat Pilih Software Bisnis

Tidak sedikit perusahaan yang menghabiskan ratusan juta hingga miliaran rupiah untuk software bisnis, hanya untuk akhirnya melihat software itu jarang dipakai. Direksi sering terjebak dalam presentasi vendor yang penuh janji: dashboard canggih, integrasi lintas divisi, laporan real-time. Semua terdengar menggoda, apalagi jika diposisikan sebagai “transformasi digital.”

Masalahnya, setelah implementasi, tim operasional kembali ke cara lama. Laporan masih dibuat di Excel, koordinasi masih di WhatsApp, modul software yang mahal itu hanya jadi menu yang jarang disentuh. Fenomena ini bukan hal asing; banyak direksi mengira keputusan mereka sudah tepat hanya karena memilih software terkenal.

Padahal, software bisnis bukan sekadar soal teknologi. Ia harus dipilih dengan pertimbangan matang: apakah benar-benar menyelesaikan masalah, apakah tim siap menggunakannya, dan apakah investasinya bisa diukur dampaknya.

Kegagalan adopsi software bagi perusahaan dapat dicegah lebih awal
Photo by Francisco De Legarreta C. on Unsplash

Risiko Membeli Software Bisnis Tanpa Pertanyaan yang Tepat

Membeli software bisnis tanpa evaluasi yang jelas ibarat membeli mobil tanpa tahu medan yang akan dilalui. Mobil bisa mahal, mewah, dan penuh fitur, tapi jika jalanan sehari-hari macet dan sempit, mobil itu justru jadi beban.

Risiko paling nyata adalah kerugian finansial. Perusahaan sudah mengeluarkan biaya besar, tetapi manfaatnya tidak terasa. Selain itu, ada risiko turunnya moral tim. Mereka dipaksa menggunakan software yang membingungkan, lalu akhirnya mencari jalan pintas. Yang lebih berbahaya, keputusan yang salah bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan terhadap digitalisasi itu sendiri.

Untuk menghindari jebakan ini, direksi harus punya kerangka berpikir sederhana tapi efektif. Bukan hanya menanyakan “harganya berapa ya?” saja. Dan kerangka berpikir itu dimulai dari tiga pertanyaan mendasar.

Gif by camplebanon on Giphy

3 Pertanyaan Wajib Sebelum Membeli Software Bisnis

1. Apakah software ini benar-benar menyelesaikan masalah utama perusahaan?

Vendor sering menonjolkan fitur, tapi tidak semua fitur relevan. Sebelum membayar, direksi harus bertanya: masalah apa yang paling mendesak? Apakah bottleneck di laporan keuangan? Apakah koordinasi antar cabang? Apakah pencatatan stok barang?

Jika software tidak menyelesaikan masalah prioritas, kemungkinan besar ia hanya akan menambah pekerjaan baru. Software bisnis harus diposisikan sebagai solusi spesifik, bukan sekadar simbol kemajuan.

2. Apakah tim siap menggunakannya secara konsisten?

Software tidak akan berguna jika hanya dipakai sebagian orang. Direksi perlu melihat kesiapan tim: apakah mereka familiar dengan teknologi? Apakah mereka punya waktu untuk belajar? Apakah ada rencana pelatihan yang realistis, bukan sekadar formalitas satu hari?

Pengalaman menunjukkan, software yang gagal diadopsi bukan karena tim “malas,” tapi karena transisi tidak pernah disiapkan dengan baik. Jika tim tidak siap, investasi akan sia-sia. Terutama jika perusahaan hanya fokus membuat sistem perusahaan yang terdengar canggih dan pilih vendor atau orang IT yang hanya jago coding saja.

3. Apakah ROI software bisnis ini bisa diukur dengan jelas?

Setiap investasi harus punya metrik keberhasilan. Sayangnya, banyak direksi hanya berhenti di “sudah Go Live.” Padahal yang lebih penting: apakah software mengurangi waktu proses? Apakah biaya operasional turun? Apakah kesalahan input berkurang?

Tanpa ROI yang bisa diukur, software hanya menjadi cost center. Direksi harus memastikan sejak awal bagaimana keberhasilan akan dihitung, dan dalam berapa lama hasilnya bisa terlihat.

Framework Praktis untuk Direksi Saat Evaluasi Software Bisnis

Aspek Kritis

Pertanyaan Kunci

Nilai Tambah / Insight

Kesesuaian Kebutuhan

“Masalah operasional apa yang benar-benar dipangkas software ini?”

Software harus mengurangi bottleneck nyata (approval lama, laporan telat, input manual), bukan fitur bonus.

Kesiapan Proses

“Apakah workflow sudah rapi sebelum dipaksa ke software ini?”

Kalau proses masih berantakan, software hanya mempercepat kekacauan.

User Adoption

“Apakah tim merasa software ini lebih mudah daripada cara lama?”

Adoption = kunci. Kalau lebih ribet, mereka pasti balik ke Excel/WhatsApp.

Hidden Complexity

“Apakah software ini menyederhanakan pekerjaan, atau malah menambah langkah?”

Banyak sistem terlihat keren, tapi menambah 3–4 step ekstra → membuat frustrasi.

Scalability Relevan

“Apakah software ini tetap relevan ketika transaksi/tim meningkat 2–3x lipat?”

Jangan pilih software yang bagus di skala kecil tapi langsung ‘mentok’ saat bisnis tumbuh.

Vendor Dependency Risk

“Seberapa sulit keluar kalau software ini gagal?”

Pastikan ada exit strategy, akses data tetap aman, dan tidak sepenuhnya terkunci ke vendor.

ROI Realistis

“Dalam 6–12 bulan, apa indikator operasional yang bisa diukur?”

ROI harus konkret: hemat jam kerja, error berkurang, waktu laporan dipersingkat. Bukan janji dashboard indah.

Checklist singkat sebelum tanda tangan kontrak:

-Masalah utama apa yang ingin diselesaikan software ini?
-Apakah ada contoh nyata (use case) di perusahaan serupa yang berhasil?
-Apakah vendor menyediakan dukungan pasca implementasi, bukan hanya instalasi awal?
-Apakah biaya tersembunyi sudah dipetakan (lisensi tambahan, upgrade, support)?

Quick Patch

Quick Assessment: Sudahkah Software Bisnis yang Anda Pilih Tepat?

Sebelum menandatangani kontrak, coba jawab pertanyaan ini:

  1. Apakah software ini menyelesaikan masalah prioritas, bukan sekadar menambah fitur?

  2. Apakah tim Anda siap, sudah dilatih, dan punya motivasi untuk benar-benar memakainya?

  3. Apakah Anda punya cara jelas untuk menghitung ROI dari software ini dalam 6–12 bulan ke depan?

Jika salah satu pertanyaan belum bisa dijawab dengan yakin, berarti keputusan Anda masih terlalu dini.

Penutup: Software Bisnis Harus Jadi Investasi, Bukan Beban

Software bisnis seharusnya memperkuat fondasi perusahaan, bukan menambah keruwetan. Ia harus diperlakukan sebagai investasi: dipilih dengan hati-hati, diukur hasilnya, dan digunakan oleh tim setiap hari.

Direksi yang terburu-buru membeli software tanpa pertanyaan yang tepat hanya akan mengulangi pola kegagalan yang sama: biaya keluar, sistem jalan sebentar, lalu tim kembali ke cara lama.

Karena itu, sebelum Anda mengeluarkan ratusan juta, tanyakan tiga hal sederhana: apakah software ini menyelesaikan masalah, apakah tim siap, dan apakah ROI bisa dihitung. Dengan begitu, software bisnis akan benar-benar menjadi alat untuk tumbuh, bukan sekadar simbol digitalisasi.

Work with Loren

1:1 Ngobrol Sistem Tanpa Perlu Paham Teknis

  • Slot Sesi Privat Terbatas

  • 60 Menit

  • Bergaransi

Khusus Direksi, Manajer, dan Pebisnis yang ingin ambil keputusan terkait sistem dengan lebih bijak.

Recommendations

Amplify with Dr. Ayesha Khanna

Amplify with Dr. Ayesha Khanna

Bite-sized AI and tech updates: Your go-to source for what matters

Bay Area Times

Bay Area Times

🗞️ The visual daily newsletter on business and tech. 📈 Analyzing the news with 1 visual per story. 👇 Join our 250,000+ subscribers here.

Keep Reading

No posts found